SELAMAT DATANG
Blog SKINERS (Sie Kerohanian Islam Ners)
Al-Furqon
Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga
▁ ▂
▄ ▅ ▆
▇ █ Mading Online █ ▇ ▆ ▅ ▄ ▂ ▁
𝘑𝘪𝘭𝘣𝘢𝘣𝘬𝘶 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘑𝘪𝘩𝘢𝘥𝘬𝘶
Nisa terbangun dari tidurnya, waktu telah menunjukan pukul
5 pagi. Nisa bergegas ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Setelah mengambil air wudhu, Nisa
mengenakan mukena dan melaksanakan sholatnya.
“Alhamdulillah, hari ini tiba saatnya aku bisa berkuliah di
kampus impianku yang berada di Amerika, terima kasih Ya
Allah sudah mengabulkan doaku agar bisa diterima dengan jalur beasiswa.”
Waktu telah menunjukkan pukul 10 pagi, kini saatnya Nisa
memasuki pesawat yang ia tuju. Perasaan Nisa sangat gembira, karena kampus
impian dia hampir berada di depan matanya. Setibanya di Amerika, ia bergegas
menuju tempat tinggalnya yaitu rumah tantenya yang saat ini tinggal di Amerika.
“Assallammualaikum Tante, Nisa sudah sampai!”
“Waalaikumsallam, selamat datang Nisa ayok nak jangan lupa
untuk beristirahat dulu, pasti kamu capek kan?”
“Iya tante, Nisa capek sekali”
Nisa pun beristirahat di kamar yang sudah
disediakan oleh tantenya. Nisa tidak sabar karena besok sudah mulai hari
pertama memasuki kuliah. Waktu telah menunjukkan pukul 10 malam, ia segara menyiapkan buku dan barang-barang yang perlu ia bawa untuk besok kuliah.
“Besok aku harus bawa buku-buku, tempat pensil, dan juga mukena
untuk beribadah” Ucapnya sembari memasukkan barang-barang ke dalam
tas.
Pagi pun telah tiba, Nisa sedang merapihkan jilbabnya
dahulu sebelum meninggalkan rumah. Tak
lupa ia berpamitan dengan tantenya.
“Tante, Nisa berangkat dulu yaa, Assallammualaikum”
“Waalaikumsallam Nisa, hati-hati nak!”
Setibanya di kampus, Nisa sangat gembira bisa melihat gedung kampus
impian dan juga teman-teman barunya. Nisa segera menuju kelas yang ia tuju
yaitu kelas yang berada di sebelah taman. Namun, ketika ia sedang berjalan, terdapat
dua wanita yang sedang membicarakan Nisa sembari menunjuk kepada Nisa.
“Kamu yang sedang memakai sesuatu di kepala,
cepat lepaskan! Kamu tidak pantas berada
di sini teroris!” Ucapnya sembari tertawa.
Nisa pun hanya bisa bersabar dan terdiam, ia bergegas
menuju kelas yang ia tuju. Setibanya di kelas ia segera mencari kursi untuk ia duduki.
Di dalam kelas, Nisa merasa diasingkan
oleh teman-temannya. Banyak juga dari mereka yang membicarakan Nisa secara
diam-diam. Nisa merasa bahwa teman-teman dikelasnya tidak satu pun yang mau
berteman karena ia menggunakan jilbab.
“Apa yang salah denganku sehingga
mereka tidak satupun yang mau berteman denganku” ujarnya dalam hati.
Setelah beberapa menit ia masuk kelas,
dosen yang mengisi mata kuliah hari ini datang dan mulai membuka pelajaran.
Saat pembukaan mata kuliah dosen tersebut langsung tertuju pada Nisa yang duduk
di depan pojok kanan, ia tertunduk karena merasa tidak percaya diri dan
diasingkan oleh teman-teman dikelasnya.
”Selamat pagi, selamat datang untuk
semua mahasiswa baru.” sapa dosen.
“ Selamat pagi juga mrs” jawab Nisa
dan teman-teman sekelasnya serentak.
“Perkenalkan saya Mrs. Margaretha yang akan mengisi mata kuliah hari ini,
sebelum perkuliahan dimulai kita perkenalan dulu sebutkan nama dan berasal dari
mana” sambut dosen dengan penuh semangat
Nisa yang duduk di kursi paling depan
kanan hanya bisa menunduk karena merasa tidak percaya diri.
“Baik kita mulai perkenalannya dimulai
dari depan kanan ya? Ayo silakan.” ujar Mrs Margaretha
Nisa masih tertunduk karena tidak
percaya diri. Mrs. Margaretha menyapa Nisa karna
masih tertunduk tidak langsung memperkenalkan diri.
“Namamu siapa? kenapa kamu menggunakan
penutup kepala? Apa kamu belum tau peraturan di kampus
ini?” tanya Mrs Margaretha.
Mata Nisa berkaca-kaca seperti ingin menangis karena malu dan hanya ia sendiri yang menggunakan
jilbab.
“Na..naa.. nama saya Nisa mrs, saya
dari Indonesia. Maaf mrs saya belum tau peraturan di kampus ini karena di Indonesia
saya sudah terbiasa menggunakan jilbab bagi muslimah.” Jawab Nisa dengan suara
gemetar
Mrs. Margaretha
tercengang dengan jawaban Nisa karena di Amerika mayoritas tidak ada yang
menggunakan jilbab.
“Nisa saya sampaikan hari ini bahwa
salah satu peraturan di kampus ini tidak diperbolehkan menggunakan jilbab dan untuk peraturan yang lain bisa kamu lihat di mading
depan kelas ini ya! baik perkenalan dilanjutkan.” Ujar mrs Margaretha.
Nisa hanya bisa menganggukkan kepala dan tidak berkata
apa apa.
Setelah kelas selesai, Nisa keluar kelas dan menuju toilet,
di lorong pun ia dipandang remeh dengan mahasiwa yang lain, mereka menatapnya dengan tatapan yang menghina.
“Ada apa dengan tatapan mereka? Apakah aku sehina itu dimata
mereka?” ujar Nisa dalam hati.
Sesampainya
di toilet, dia menatap kaca dengan perasaan yang bertanya-tanya.
“Apakah ada yang salah dengan jilbabku? Baru pertama kali
masuk di kampus ini kenapa rasanya sangat berat.”
Di
toilet ada 2 perempuan dengan pakaian minim sedang menatap ke arahnya dan membicarakannya.
“Lis, lihat gadis
ini, dia sudah ketinggalan zaman!” ujar gadis yang pertama.
“Haha.. kamu benar
Jennie. Dia terlihat seperti nenek-nenek dengan syalnya.”
Nisa yang mendengar hanya bisa berkaca-kaca
dan segera keluar dari toilet dengan perasaan yang sedih. Bagaimana bisa dia dikatakan ketinggalan zaman dan mirip
dengan nenek-nenek.
Setelah keluar dari toilet tersebut Nisa
memutuskan untuk kembali ke rumah tantenya. Saat tiba di rumah tantenya, ia tak kuat untuk menahan air matanya. Tante Nisa kebingungan melihat keponakannya yang pulang dari
kampus dengan bercucuran air mata.
“Nisa kenapa kamu menangis? Apakah pelajarannya sulit? Ada
apa Nis? coba cerita pada tante..” ujar tante Nisa
seraya mengusap punggung Nisa dan menenangkannya.
“Bukan pelajarannya yang sulit tan, tetapi mereka tidak bisa
menerimaku yang memakai jilbab tan, dan peraturan kampus yang melarangku untuk
memakai jilbab.” Ujar Nisa
“Sudahlah Nisa, kamu tahu sendiri
di Amerika sangat berbeda dengan Indonesia. Culture yang berbeda, muslim yang
minoritas wajar saja mereka menatapmu dengan tatapan yang tidak enak.
Seharusnya kamu sudah harus mempersiapkan mentalmu jauh-jauh
hari sebelum kamu datang dan menetap di Amerika.” Ujar tante Nisa
“ Lalu apa yang harus aku lakukan tan?”
“Tenangkan dahulu pikiranmu Nisa,
semua pasti ada jalan keluarnya. Sebaiknya sekarang kamu makan lalu istirahat.
Pasti sangat berat saat kamu pertama kali di sini”
Nisa mendengarkan ucapan tantenya segera untuk bangkit dan beristirahat
di kamarnya. Nisa berbaring di ranjang dan menatap langit-langit kamar.
“Ya Allah apa yang harus aku lakukan, ini adalah kampus
impianku tetapi mengapa peraturan kampus menghalangiku mengejar impian yang
selama ini aku inginkan.” ujar Nisa dalam hati.
Otak Nisa terus berfikir
bagaimana agar mereka menerima ia yang muslim, Nisa berpikir apakah ia
harus merelakan jilbabnya untuk meneruskan impiannya. Lamunan Nisa terhenti saat tantenya mengetuk
pintu kamar.
“Nis, tante bawakan makanan untukmu.”
“Tante, apakah aku harus merelakan jilbabku agar aku bisa terus
berkuliah di sana?” ujar Nisa yang mengeluarkan
uneg-unegnya.
“Apakah kamu yakin Nis? Tante tahu kamu
anak yang taat pada agama, seharusnya kamu tidak ada pemikiran seperti itu”
Nisa terdiam sejenak dan kembali
memikirkan ucapan tantenya.
“Tante benar, tak seharusnya aku menggugurkan kewajibanku
sebagai muslimah. Allah juga pasti akan marah terhadap keputusanku
yang melepaskan jilbab hanya karena masalah duniawi.” Ujar Nisa yang mantap
akan keputusannya untuk terus mengenakan jilbab.
Keesokan harinya ia menemui bagian
administrasi kampus dan mengatakan bahwa ia akan mengundurkan diri.
Keputusannya mengejutkan semua orang.
“Apa kamu yakin, Nisa?”
“Iya saya yakin.”
“Tapi untuk masuk di
kampus ini sangat susah persaingannya. Kamu beruntung. Kenapa kamu
menyia-nyiakan kesempatan ini? Apalagi kamu kan penerima beasiswa.”
“Saya tidak berani melanggar perintah
Allah. Saya yakin saya akan mendapat kesempatan lain yang lebih baik.” Ucap
Nisa teguh.
“Baiklah jika itu keputusanmu. Tapi
kami akan memberikan kesempatan, jika kamu masih ingin melanjutkan di kampus
ini silahkan besok cabut pengunduran dirimu.”
Pihak kampus tidak bisa berbuat
apa-apa lagi. Mereka akhirnya menerima permohonan pengunduran diri Nisa dari
kampus.
Setelah menyampaikan pengunduran dirinya, Nisa tidak
langsung kembali pulang. Ia menyempatkan diri untuk berkeliling kampus terlebih
dahulu. Walaupun setiap langkahnya menjadi pusat perhatian dan olokan orang yang
melihatnya, ia tetap memberanikan diri berkeliling kampus yang sudah
diimpikannya sejak lama itu. Sambil berjalan matanya berkaca kaca mengingat
perjuangannya untuk mendapatkan beasiswa itu. Semua terasa berat, namun
dibenaknya terpikir bahwa siksa neraka jauh lebih berat dan itulah yang
memantapkan hatinya untuk mengubur impiannya.
Nisa pun mengelilingi kampus dan melihat tiap sudut
kampusnya untuk terakhir kalinya hingga ia pun merasa lelah. Akhirnya Nisa
memutuskan untuk duduk di bangku taman. Taman itu ramai dengan mahasiswa yang
sedang duduk bersantai. Ketika ia duduk di salah satu bangku taman itu, ia mendapati
sebuah kotak kado yang terbungkus rapi dengan pita yang cantik. Sangat cocok
untuk seorang yang feminim. Nisa pun bertanya-tanya kenapa kotak ini ada di
sini. Ia pun meraihnya dan merasakan bahwa di dalamnya ada sesuatu yang
mengisinya. Ia ingin bertanya ke orang sekitar, namun sejak Nisa duduk,
mendadak semuanya pergi dengan pandangan takut dan menghina hingga taman itu
menyisakan Nisa seorang diri. Akhirnya Nisa memutuskan untuk menggenggam kotak
itu dan akan ia berikan ke penjaga nanti. Setelah itu, cukup lama Nisa terdiam
menikmati suasana sore hari itu. Air mata tiba tiba mengucur dari matanya.
“ Ah, aku tidak boleh seperti ini. Aku harus kuat. Aku tahu
aku kuat.”
Namun semakin Nisa meyakinkan dirinya, semakin pula air
mata itu mengalir deras dan membuatnya terisak-isak. Di sela-sela tangisnya
itu, terlihat ada sosok yang menyodorkan
sekotak tisu padanya. Nisa pun memperhatikan wajah orang itu dan nampaknya ada
dua orang perempuan. Ya, mereka adalah Jennie dan Lis. Teman sekelas yang
mengoloknya di toilet.
“Sepertinya kamu butuh ini, ambillah.”, ucap Jennie sambil
menyerahkan kotak tisu itu.
“Oh, terima kasih. Kamu baik sekali.”, ujar Nisa sambil
terisak.
Lalu, Jennie dan Lis duduk di samping Nisa. Lis membuka
obrolan dengan pertanyaannya
“Kenapa kau duduk di sini seorang diri? Sambil menangis
pula. “
“Haha, tak apa. Aku hanya ingin bersantai di sini. “
“Tapi kau tampak menyedihkan hahaha, maaf aku hanya bercanda.
“ sahut Jennie
“Tak masalah, itu membuatku tertawa. Kau lucu sekali.”
Kemudian,
dering ponsel menghentikan obrolan mereka
“Halo? Ya, ku akan segera pulang, Baiklah.” ucap Lis
menjawab orang di panggilan itu.
“Oh my God!
Bagaimana ini Jen? Hadiahnya belum ketemu. Ayahku bilang pestanya akan dimulai.”
kata Lis sambil gelisah.
“Astaga ini semua karena kau ceroboh. Kalau begitu ayo cari
lagi!” ucap Jennie yang ikut panik melihat Lis.
Nisa yang bingung dengan tingkah kedua orang itu pun
bertanya
“Apa ada sesuatu terjadi?”
“Hari ini ulang tahun ibuku. Sebelum ke kampus aku membeli
hadiah untuknya, t api aku lupa dimana
terakhir kali meletakkan kotak kadonya. “
“Oh, apakah kotak ini yang kau maksud? Aku menemukannya di
sini tadi dan berencana menyerahkan ke penjaga nanti“ tanya Nisa.
“Wah! Benar sekali itu yang kucari seharian ini ! “ teriak
Lis dengan antusias.
Lalu
Nisa pun memberikan kotak itu pada Lis.
“Terima kasih banyak, kau sangat menolongku hari ini. Aku
akan membalasmu besok. Baiklah kawan-kawan aku akan pulang sekarang. Sampai
jumpa besok.”
Lis
berlari meninggalkan Nisa dan Jennie. Lalu mereka berdua pun melanjutkan
obrolan.
“Aku dengar kamu akan mengundurkan diri dari kampus ini.”
“ Iya, itu benar.” jawab Nisa.
“ Kenapa? Kamu kan masih awal di sini. Kampus ini impian
semua orang. Terlebih lagi kamu mendapat beasiswa. Pasti lebih banyak lagi yang
bersaing untuk posisimu.” tanya Jennie dengan keheranan.
“Ternyata peraturan di kampus ini tidak mengizinkanku berjilbab.
Sedangkan berjilbab adalah kewajibanku pada Tuhanku. Jika aku selalu di jalan-Nya
aku yakin akan mendapat sesuatu yang lebih baik dari ini.”
“Ya, aku tahu. Umumnya orang disini menganggap apapun
tentang Islam itu buruk, termasuk Aku dan Lis sempat begitu. Maafkan juga
perbuatan kami kemarin. Tapi setelah melihatmu dan kebaikan yang kamu lakukan,
kami pikir bahwa Islam tidak seburuk yang kami pikirkan. Mungkin kita bisa
mulai berteman hari ini.”
“Apakah kamu sungguh mau berteman denganku?”
“Iya kurasa begitu. Aku dan Lis bisa membantumu beradaptasi
di sini. Dan menemanimu berbicara kepada pimpinan kampus ini tentang peraturan
itu. Aku tahu di sini banyak wanita muslim yang semula berhijab namun karena
peraturan itu mereka melepasnya. Mungkin kita bisa mengumpulkan orang-orang itu
untuk membuat petisi menghapus aturan itu.”
“Benarkah? Kamu baik sekali. Aku akan mencoba melakukan
idemu itu. Mari kita berteman dan bantu aku ya..” jawab Nisa penuh haru.
“Tentu saja! Mari lakukan semua besok. Ayo kita pulang saja
sekarang, sepertinya hanya ada kita di sini. “
“Ya, kau benar haha “
Akhirnya mereka pun pulang bersama sambil bercerita banyak
hal. Sore itu jadi sore yang indah bagi Nisa. Nisa pun memutuskan untuk tetap
melanjutkan kuliahnya. Dan semua ide yang direncanakan berhasil. Peraturan itu
dihapus. Semakin banyak perempuan muslim yang menggunakan jilbabnya kembali.
Tidak ada lagi pandangan meremehkan atau menghina bagi muslim di kampusnya.
Suasana kampus tetap aman dan nyaman. Nisa sangat bersyukur atas semua hal itu.
Ia selalu percaya bahwa Allah selalu memberikan jalan yang terbaik baginya
selama ia berada di jalan Allah.
Mantaappp 👍
BalasHapus